JPNOnline.com – Komunitas Jurnalis Jawa Timur (KJJT) mengeluarkan pernyataan resmi mengecam keras aksi kekerasan terhadap wartawan Radar Jawa Pos Group, Humaidi, yang terjadi saat peliputan aksi unjuk rasa di Alun-Alun Situbondo pada Kamis, 31 Juli 2025. Kejadian ini memantik gelombang solidaritas dari ratusan wartawan yang tergabung dalam KJJT, dan mengancam akan menggelar aksi besar-besaran di depan Mapolda Jawa Timur jika Bupati Situbondo, Rio Wahyu Prayogo, tidak segera menyampaikan permintaan maaf terbuka dalam waktu 1×24 jam.
Ketua Umum KJJT, Ade S. Maulana, dalam rilis resminya pada Senin (4/8/2025), menyebut insiden ini sebagai bentuk nyata penghalangan tugas jurnalistik dan pelanggaran serius terhadap kebebasan pers sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Pasal 18 ayat (1) jelas menyebutkan, setiap orang yang menghalangi tugas wartawan dapat dipidana penjara hingga 2 tahun atau denda hingga Rp500 juta. Ini bukan persoalan sepele,” tegas Ade.
Ade juga menambahkan bahwa pihaknya mendesak agar kasus ini tidak menjadi bola liar dan segera ditarik ke ranah Polda Jawa Timur untuk ditangani secara independen, tanpa intervensi dari pihak manapun.
Kekerasan terhadap Humaidi terjadi saat dirinya sedang meliput aksi demo sejumlah LSM terhadap Bupati Situbondo terkait konten video TikTok yang kontroversial. Dalam upaya menjalankan tugas jurnalistiknya, Humaidi mengalami intimidasi, upaya perampasan ponsel, hingga dibanting dan dipukul oleh seseorang yang bukan bagian dari aparat keamanan maupun peserta aksi.
Tidak hanya itu, Bupati Rio disebut sempat menunjuk-nunjuk wajah Humaidi, memakinya, bahkan menghina secara verbal dengan kata-kata yang merendahkan martabat wartawan. Humaidi mengalami luka dan kini dirawat di RSUD dr Abdoer Rahem Situbondo, sambil menunggu hasil visum.
Sebagai bentuk protes, Ade menyerukan pemboikotan seluruh kegiatan Pemkab Situbondo oleh seluruh media yang tergabung dalam KJJT. Ia menyebut tindakan Bupati Rio sebagai bentuk arogansi kekuasaan dan penghinaan terhadap profesi wartawan.
“Meski kami hanya kuli tinta, dari Sabang sampai Merauke kami solid. Bila ada yang tersakiti, kami pasti bersuara. Jangan uji kekompakan kami,” ujarnya dengan nada tegas.
Dalam rilis tersebut, KJJT juga menyinggung laporan Dewan Pers yang menunjukkan penurunan Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) Jawa Timur secara drastis dari 76,55 poin di 2023 (kategori cukup bebas) menjadi 67,45 poin di 2024 (kategori agak bebas). Penurunan tajam ini menempatkan Jatim di peringkat ke-33 dari 38 provinsi se-Indonesia.
“Peristiwa seperti di Situbondo ini adalah bukti nyata bahwa kemunduran kebebasan pers bukan isapan jempol,” tandas Ade.
Tuntutan KJJT
Permintaan maaf terbuka dari Bupati Situbondo dalam 1×24 jam.
Penarikan penanganan kasus ke Polda Jawa Timur.
Penindakan tegas terhadap pelaku kekerasan terhadap Humaidi.
Jaminan perlindungan terhadap seluruh jurnalis di Situbondo dan sekitarnya.
Investigasi mendalam terhadap indikasi keterlibatan aparat dalam insiden tersebut.
Jika tuntutan ini tidak dipenuhi, ratusan wartawan dari berbagai organisasi pers — PWI, IWO, IJTI, hingga independen — akan memenuhi gerbang Mapolda Jatim dalam waktu dekat sebagai bentuk solidaritas dan perlawanan terhadap segala bentuk kekerasan terhadap jurnalis.
Sumber: Rilis Resmi Divisi Humas Komunitas Jurnalis Jawa Timur (KJJT)
Penulis: Redaksi
Editor: Fatur Pers