JPNOnline.com – Jombang – Setelah berbulan-bulan menjadi perdebatan hangat di masyarakat, polemik penggunaan sound system berdaya besar—yang populer disebut “sound horeg”—akhirnya menemukan titik temu. Tak ada lagi kebisingan tanpa aturan, tak ada lagi kekhawatiran kehilangan ruang ekspresi. Semua pihak duduk bersama dan menyepakati solusi yang adil.
Forum terbuka bertajuk “Lungguh Bareng” yang digelar Pemkab Jombang pada Selasa, 29 Juli 2025, menjadi momentum penting. Bertempat di Ruang Swagata Pendopo Kabupaten Jombang, perwakilan pemerintah, DPRD, tokoh agama, aparat keamanan, hingga komunitas sound system saling berbagi pandangan dan mencapai kesepahaman.
Paguyuban Sound System Jombang, melalui ketuanya Khoiman dan Humas Koko, menyampaikan komitmen bulat: mendukung penuh aturan main yang telah disepakati. “Ini bukan akhir kebebasan, ini awal keteraturan,” tegas Koko usai forum.
Ia menyebutkan bahwa 15 poin kesepakatan yang dirumuskan menjadi bukti bahwa suara rakyat tak dibungkam, namun diarahkan. “Kami bersyukur, karena akhirnya pemerintah tidak mematikan kreativitas kami. Justru dialog ini membuka ruang baru yang lebih sehat,” tambahnya.
15 Kesepakatan, 1 Tujuan: Hiburan Aman dan Tertib
Berikut poin-poin penting hasil kesepakatan:
Setiap kegiatan harus memiliki izin resmi dengan rekomendasi berjenjang dari desa/lurah.
Lokasi hiburan wajib berada di area terbuka, jauh dari permukiman padat.
Untuk hiburan keliling, batas suara maksimal 85 dB selama 10 menit, dengan persetujuan warga.
Waktu maksimal hiburan keliling adalah pukul 22.00 WIB.
Ukuran sound system dibatasi: maksimal 3 meter lebar, 3,5 meter tinggi.
Dilarang beroperasi dalam radius 50 meter dari fasilitas kesehatan.
Dilarang mengangkat isu SARA.
Dilarang menampilkan konten yang melanggar norma kesusilaan.
Tidak boleh disertai kegiatan mabuk, senjata tajam, atau perjudian.
Tidak boleh berbunyi saat waktu ibadah berlangsung.
Dilarang merusak fasilitas umum dan lingkungan.
Untuk hiburan menetap di ruang terbuka, volume maksimal 100 dB (rata-rata) dan puncaknya 120 dB.
Waktu operasional hiburan menetap dibatasi sampai pukul 23.00 WIB, kecuali pertunjukan budaya tradisional.
Panitia wajib menandatangani surat tanggung jawab di atas materai.
Aparat berwenang menghentikan acara jika melanggar aturan yang disepakati.
Bupati Jombang, H. Warsubi, menegaskan bahwa Pemkab hadir bukan untuk melarang hiburan rakyat. “Kami ingin hiburan tetap hidup, tapi juga tidak mengganggu ketertiban. Maka, aturan ini adalah jalan tengah terbaik,” tegasnya di hadapan peserta forum.
Ia menyebut, suara sound system tetap boleh menggema di Bumi Kebo Kicak, asalkan dalam koridor yang jelas dan tidak merugikan masyarakat lainnya.
Sementara itu, Kepala Bakesbangpol Jombang, Anwar, menilai forum ini sebagai contoh nyata demokrasi partisipatif. “Tidak semua daerah bisa melakukan ini. Jombang hari ini menunjukkan kedewasaan dalam menyelesaikan konflik,” katanya.
Komunitas Sound: Dari Polemik ke Kolaborasi
Paguyuban Sound System Jombang kini siap menjadi mitra strategis pemerintah. Mereka tak hanya menerima aturan, tapi juga akan aktif mengedukasi anggotanya. “Kami siap berjalan bersama. Karena suara kami bukan untuk mengganggu, tapi untuk menyatukan,” ujar Koko penuh optimisme.
Masyarakat pun diharapkan bisa memberi ruang bagi hiburan rakyat untuk tetap eksis, tanpa harus mengorbankan kenyamanan dan ketenangan lingkungan sekitar.
Satu hal yang kini dinanti adalah penandatanganan Surat Keputusan Bersama (SKB) yang akan memperkuat aturan ini secara hukum. “Dalam waktu dekat akan kami finalisasi,” tutup Anwar.
Hiburan tetap jalan, aturan jadi penuntun. Jombang kini punya pijakan baru untuk harmoni antara kebebasan berekspresi dan kenyamanan bersama.(Red)