JPNOnline.com – Dalam dinamika zaman yang terus berkembang pesat, peran pemuda sebagai agen perubahan tak bisa dipandang sebelah mata. Terlebih dalam konteks pelestarian warisan budaya, generasi muda memegang tanggung jawab besar untuk memastikan nilai-nilai budaya bangsa tidak tergerus oleh arus modernisasi dan globalisasi.
Indonesia, sebagai negara kepulauan dengan lebih dari 17.000 pulau dan ratusan suku bangsa, memiliki kekayaan budaya yang luar biasa. Mulai dari tarian tradisional, bahasa daerah, rumah adat, hingga sistem nilai lokal yang mengakar kuat di masyarakat. Namun, keberadaan warisan budaya ini menghadapi tantangan serius—mulai dari kurangnya minat generasi muda hingga pengaruh budaya asing yang begitu dominan.
Menurut Habib Ghofir, S.IP, seorang pemerhati sosial dan budaya, peran pemuda sangat vital dalam menjaga eksistensi budaya lokal. “Pemuda adalah jembatan antara masa lalu dan masa depan. Tanpa keterlibatan mereka, warisan budaya hanya akan menjadi cerita dalam buku sejarah,” ujarnya saat ditemui usai seminar kebudayaan di Jombang (1/06/2025)
Ghofir menegaskan bahwa langkah awal yang bisa dilakukan adalah meningkatkan kesadaran dan kebanggaan generasi muda terhadap identitas budaya mereka sendiri. Pendidikan budaya di sekolah, kegiatan ekstrakurikuler seni tradisi, hingga pemanfaatan media sosial sebagai ruang ekspresi budaya menjadi sarana efektif dalam menyemai semangat pelestarian.
“Misalnya, pemuda bisa membuat konten kreatif tentang kebudayaan lokal di TikTok atau Instagram. Ini menjadi cara yang relevan dengan zaman, tetapi tetap menjaga esensi dari budaya itu sendiri,” tambahnya.
Lebih jauh, keterlibatan pemuda dalam komunitas budaya juga menjadi aspek penting. Komunitas seperti sanggar tari, kelompok musik tradisional, hingga organisasi pelestari bahasa daerah harus diisi dan digerakkan oleh anak muda yang memiliki komitmen untuk melestarikan nilai-nilai budaya.
Ghofir juga mengapresiasi beberapa gerakan pemuda yang telah menunjukkan kepedulian terhadap budaya lokal, seperti inisiatif digitalisasi manuskrip kuno, pengarsipan cerita rakyat, hingga revitalisasi permainan tradisional di ruang publik.
“Ini bukan hanya soal nostalgia masa lalu, tapi juga bagian dari pembangunan karakter bangsa. Warisan budaya adalah fondasi identitas nasional kita,” pungkasnya.
Ke depan, Ghofir berharap ada sinergi yang kuat antara pemerintah, lembaga pendidikan, dan pemuda dalam menyusun kebijakan dan program pelestarian budaya. “Pemuda harus didorong bukan hanya sebagai objek, tapi sebagai subjek utama dalam menjaga jati diri bangsa,” tegasnya.
(FTR)