LBH
Berita  

Mengenal Sosok Tokoh Dari Kecamatan Mojowarno Jombang

Berita

Foto: Taman Wisata Pandansili Ngampungan Jombang
banner 120x600

JPNOnline.com – Karolus Wiryoguno dilahirkan di Bangkalan pada tahun 1809 dengan nama kecil Paing atau Raden Paing, sebagai putra ketiga dari Pangeran Cokrokusumo (R. Abdurrasid) dan cucu Sultan Cakraadiningrat II (Sultan Bangkalan II / Abdul Kadirun). Sejak kecil, ia dikenal dengan sebutan Kyai Paing Wiryoguno dan telah menunjukkan ketertarikan besar terhadap ilmu kanuragan dan kebatinan, percaya bahwa kehormatan sejati datang dari penguasaan ilmu-ilmu tersebut.

Selain kecintaannya pada pengetahuan, ia juga sangat menyukai budaya saat itu, terutama wayang purwa. Ia kemudian belajar menjadi dalang di bawah bimbingan Pak Kunto, seorang dalang dari desa Karungan yang berdekatan dengan desa Bogem. Berkat dedikasinya, ia berhasil menjadi dalang terkenal di Sidoarjo dan Surabaya, dan nama Paing pun disertai dengan tambahan Wiryoguno.

banner 325x300

Ia menikah dengan Supinah, janda yang merupakan putri Kyai Sardo. Namun, pencariannya akan ilmu pengetahuan tidak pernah berhenti; ia menjelajahi Surabaya hingga ke penjuru Banyuwangi. Suatu ketika, ia menerima penglihatan akan adanya ilmu sejati yang sangat bermanfaat, yang dikenal sebagai ilmu Musqab Gaib, yang mampu memberikan kedamaian dan kekuatan bagi kehidupan manusia.

Perjalanan pencariannya membawanya ke Ngoro, di mana ia bertemu dengan guru Coolen. Penjelasan dari C. L. Coolen semakin menumbuhkan rasa ingin tahunya, yang mengarah kepada ajaran Kristus, yang pada masa itu sering disebut Putra Allah oleh orang-orang Nasrani.

Setelah kembali dari Ngoro, Wiryoguno berbagi pemahamannya dengan keluarganya. Untuk mendalami ilmu tersebut, ia mendatangi Johannes Emde di kampung Bagongan, Ngagel, Surabaya, bersama keluarganya yang ada di Bogem. Setelah kurang lebih dua tahun belajar, ia memutuskan untuk dibaptis bersama 50 anggotanya, suatu proses yang berlangsung bertahap. Usai dibaptis, ia diberi nama baru, Karolus.

Namun, kehidupan sebagai pengikut Kristus tidaklah mudah; banyak orang di desanya mulai menjauh, dan desakan ekonomi ditambah jaraknya tempat ibadah memicu keinginan Karolus dan keluarganya untuk memiliki desa sendiri. Mereka tertarik untuk menetap di Hutan Kecil dekat Ngoro.

Dengan bantuan Pendeta van Meyer, keluarga Karolus pun berhasil mendapatkan izin pembukaan hutan dari Residen Surabaya. Mereka kemudian mengantarkan surat izin tersebut kepada Asisten Residen Daendeles di Japan (Mojokerto) dan Wedana Wirosobo (sekarang Mojoagung, Jombang). Dalam perjalanan menuju pedukuhan di sekitar Hutan Keracil, mereka didampingi oleh Kepala Desa Miagan bernama Wirogiro dan dua orang jineman (polisi hutan).

Di Dagangan, mereka bertemu dengan Ditotruno, yang telah ia kenal sebelumnya di Ngoro. Ternyata Ditotruno telah diusir bukan karena baptisan, melainkan

kesalahannya kepada C. L. Coolen. Keluarga Karolus Wiryoguno kemudian berpindah-pindah ke utara desa Ngoro hingga ke Hutan Bayeman dan Gebang Klanthing, sebelum akhirnya menetap di Hutan Dagangan sekitar akhir tahun 1843, bergabung dengan beberapa penduduk setempat.

Dalam langkah ini, keluarga yang terdiri dari 66 orang dewasa dan 21 anak-anak itu akhirnya menemukan tempat yang mereka harapkan. Karolus menyampaikan niatnya dan Ditotruno pun bersedia menampung mereka untuk sementara waktu.

R. Karolus Wiryoguno merupakan sosok pemimpin yang memiliki peranan penting dalam babad Hutan Keracil, yang merupakan cikal bakal berdirinya desa-desa di Mojowarno.

Selain itu, ia juga dikenal sebagai pendiri kongregasi Kristen Mojowarno. Di tengah perjalanan hidupnya, ia didampingi oleh Yosibah Dariyah, istri keduanya, yang turut mewarnai kisah dan perjalanan di Hutan Keracil serta Dukuh Dagangan, “(Red)

Dikutip dari Daftar Pustaka

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *